Penyucian jiwa adalah masalah yang sangat penting dalam
Islam, bahkan merupakan salah satu tujuan utama diutusnya Nabi kita Muhammmad shallallahu ‘alaihi wa sallam (Lihat kitab Manhajul Anbiya’ fii Tazkiyatin
Nufuus, hal. 21)
Allah Ta’ala menjelaskan hal ini dalam banyak ayat Al
Qur-an, di antaranya firman Allah Ta’ala,
!$yJx.
$uZù=yör& öNà6Ïù Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gt
öNä3øn=tæ
$oYÏG»t#uä öNà6Ïj.tãur ãNà6ßJÏk=yèãur
|=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãur $¨B
öNs9
(#qçRqä3s?
tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ
151. sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan
ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al
kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
Juga firman-Nya,
ôs)s9
£`tB
ª!$#
n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$#
øÎ)
y]yèt/ öNÍkÏù Zwqßu ô`ÏiB ôMÎgÅ¡àÿRr& (#qè=÷Gt
öNÍkön=tæ
¾ÏmÏG»t#uä öNÍkÅe2tãur ãNßgßJÏk=yèãur
|=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB
ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê AûüÎ7B ÇÊÏÍÈ
164. sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan
mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan
(jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan
Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam
kesesatan yang nyata.(Q.S
Ali’Imran:164)
Makna firman-Nya “menyucikan (jiwa) mereka” adalah
membersihkan mereka dari keburukan akhlak,
kotoran jiwa dan perbuatan-perbuatan jahiliyyah, serta mengeluarkan mereka dari
kegelapan-kegelapan menuju cahaya (hidayah Allah Ta’ala). (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/267)
Pentingnya Tazkiyatun Nufus
Dalam Islam
Pentingnya tazkiyatun nufus ini akan semakin jelas kalau
kita memahami bahwa makna takwa yang hakiki adalah pensucian jiwa itu sendiri
(Lihat kitab Manhajul Anbiya’ fii Tazkiyatin Nufuus, hal. 19-20).
Artinya ketakwaan kepada Allah Ta’ala yang sebenarnya tidak akan mungkin
dicapai kecuali dengan berusaha menyucikan dan membersihkan jiwa dari
kotoran-kotoran yang menghalangi seorang hamba untuk dekat kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala menjelaskan hal ini dalam firman-Nya, (Qs Asy Syams: 7-10)
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy ÇÐÈ
7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
$ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur
ÇÑÈ
8. Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
ôs% yxn=øùr& `tB
$yg8©.y ÇÒÈ
9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
ôs%ur
z>%s{ `tB
$yg9¢y ÇÊÉÈ
10. dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam doa beliau:
“Allahumma aati nafsii taqwaaha wa zakkihaa,
anta khoiru man zakkaahaa, anta waliyyuhaa wa mawlahaa” [Ya Allah,
anugerahkanlah kepada jiwaku ketakwaan, dan sucikanlah jiwaku (dengan ketakwaan
itu), Engkau-lah Sebaik-baik Yang Mensucikannya, (dan) Engkau-lah Yang Menjaga
serta Melindunginya]“ (HSR. Muslim dalam Shahih Muslim no. 2722)
Imam Maimun bin Mihran (seorang ulama tabi’in) berkata,
“Seorang hamba tidak akan mencapai takwa sehingga dia melakukan muhasabatun
nafsi (introspeksi terhadap keinginan jiwa untuk mencapai kesucian jiwa) yang
lebih ketat daripada seorang pedagang yang selalu mengawasi sekutu dagangnya
(dalam masalah keuntungan dagang). Oleh karena itu, ada yang mengatakan: Jiwa
manusia itu ibarat sekutu dagang yang suka berkhianat. Kalau Anda tidak selalu
mengawasinya, dia akan pergi membawa hartamu (sebagaimana jiwa akan pergi
membawa agamamu)” (Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Ighaatsatul Lahfaan,
hal. 147 – Mawaaridul Amaan)
Ketika menerangkan pentingnya tazkiyatun nufus, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, “Orang-orang yang menempuh
jalan (untuk mencari keridhaan) Allah Ta’ala, meskipun jalan dan metode yang
mereka tempuh berbeda-beda, akan tetapi mereka sepakat mengatakan bahwa nafsu
(jiwa) manusia adalah penghalang utama bagi hatinya untuk sampai kepada ridha
Allah Ta’ala. Sehingga seorang hamba tidak akan mencapai kedekatan kepada Allah
Ta’ala melainkan setelah dia berusaha menentang dan menguasai nafsunya (dengan
melakukan tazkiyatun nufus)” (Kitab Ighaatsatul Lahfaan, hal. 132 – Mawaaridul Amaan))
Karena pentingnya kedudukan tazkiyatun nufus dalam agama Islam inilah, tidak heran
kalau kita mendapati orang-orang ahlul bid’ah berlomba-lomba mengatakan bahwa
merekalah yang paling perhatian terhadap masalah ini, bahkan sebagian mereka
berani mengklaim bahwa hanya dengan mengamalkan metode merekalah seorang hamba
bisa mencapai kesucian jiwa yang utuh dan sempurna.
Akan tetapi, kalau kita mengamati dengan seksama
metode-metode mereka, kita akan dapati bahwa semua metode tersebut tidak
bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah. Akan tetapi sumbernya adalah
pertimbangan akal dan perasaan, atau ciptaan pimpinan-pimpinan kelompok mereka,
bahkan berdasarkan khayalan atau mimpi yang kemudian mereka namakan mukasyafah
(tersingkapnya tabir) [1]. Inilah sebab utama yang menjadikan setan
mampu menyesatkan mereka sejauh-jauhnya dari jalan yang benar, karena
berpalingnya mereka dari petunjuk Allah dalam Al Qur-an dan Sunnah. Sehingga
dengan manerapkan metode-metode mereka tersebut seseorang tidak akan mencapai
kesucian jiwa dan kebersihan hati yang sebenarnya, bahkan justru hatinya akan
semakin jauh dari Allah karena mereka mengikuti jalan-jalan setan, “Barangsiapa
yang berpaling dari dalil (Al Qur-an dan Sunnah) maka jalannya akan tersesat”
(Ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam
kitab Miftahu
Daaris Sa’aadah, 1/83)
[1] Maksudnya adalah cerita bohong orang-orang ahli Tasawuf yang
bersumber dari bisikan jiwa dan perasaan mereka, yang sama sekali tidak
berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah.
Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Termasuk tipu daya setan
adalah apa yang dilontarkannya kepada orang-orang ahli tasawuf yang bodoh,
berupa asy syathahaat (ucapan-ucapan
tanpa sadar/igauan) dan penyimpangan besar, yang ditampakkannya kepada mereka
sebagai bentuk mukasyafah (tersingkapnya
tabir hakikat) dari khayalan-khayalan. Maka setan pun menjerumuskan mereka
dalam berbagai macam kerusakan dan kebohongan, serta membukakan bagi mereka
pintu pengakuan-pengakuan dusta yang sangat besar. Setan membisikan kepada
mereka bahwa sesungguhnya di luar ilmu (syariat yang bersumber dari Al Qur’an
dan As Sunnah) ada jalan lain yang jika mereka menempuhnya maka jalan itu akan
membawa mereka kepada tersingkapnya (hakikat dari segala sesuatu) secara jelas
dan membuat mereka tidak butuh lagi untuk terikat dengan (hukum dalam) Al
Qur’an dan As Sunnah [?!] …maka ketika mereka menempuh jalan yang jauh dari
bimbingan ilmu yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, setan pun menampakkan
kepada mereka berbagai macam kesesatan sesuai dengan keadaan mereka, dan
membisikkan khayalan-khayalan ke dalam jiwa mereka, kemudian menjadikan
khayalan-khayalan tersebut seperti benar-benar nyata sebagai penyingkapan
hakikat dari segala sesuatu secara jelas…[?!]” (Kitab Ighaatsatul Lahfaan,
hal. 193 – Mawaaridul Amaan)
Senada dengan ucapan di atas, Imam Ibnul Jauzi ketika
menjelaskan perangkap setan dalam menjerumuskan orang-orang tasawuf, beliau
berkata, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya awal mula talbis
(pengkaburan/perangkap) Iblis untuk menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan
adalah dengan menghalangi (memalingkan) mereka dari ilmu agama yang bersumber
dari Al Qur’an dan As Sunnah,
karena ilmu agama itu adalah cahaya yang menerangi
hati, maka jika Iblis telah berhasil memadamkan lampu-lampu cahaya mereka, dia
akan mampu mengombang-ambingkan dan menyesatkan mereka dalam kegelapan
(kesesatan) sesuai dengan keinginannya.” (Kitab Talbiisu Ibliis,
hal. 389).
Suka Dengan Artikel Ini ?
Anda baru saja membaca artikel yang berjudul "Pentingnya Tazkiyatun Nufus Dalam Islam ( Penyucian jiwa )". Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://masjex.blogspot.com/2013/04/pentingnya-tazkiyatun-nufus-dalam-islam.html.
0 komentar "Pentingnya Tazkiyatun Nufus Dalam Islam ( Penyucian jiwa )", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar